Labels

Kontributor

Blogger news

Blogger templates

Jumat, 28 Maret 2014

Amil Zakat Merupakan Profesi

Surat at-Taubah ayat 60 merupakan dasar hukum penyaluran zakat kepada delapanAsnaf, salah salah satunya ialah amil. Ada yang beranggapan amil hanya diperlukan pada saat bulan ramadhan atau lebih tepatnya pada saat menjelang lebaran, disaat umat Islamingin mensucikan jiwa dan hartanya melalui pembayaran zakat, perlu dibentuk panitia pengelola zakat (amil), setelah semua kegiatan terlaksana, amil tersebut bubar, kemudian tahun berikutnya dibentuk kembali, kemudian bubar lagi, begitu seterusnya.
Praktek seperti ini masih sering terjadi di dalam masyarakat dan layak untuk dilaksanakan, bila tidak terdapat amil yang dibentuk secara defenitif, namun sangat disayangkan bila praktek seperti ini dipertahankan sangat sulit untuk mengelola dana zakat agar lebih bermanfaat, karena amil tersebut bersifat insidentil semata. Apalagi bila zakat ingin disalurkan dalam bentuk produktif, tentunya diperlukan amil yang profesional dengan manajemen yang baik.
Bila kita runut kembali pada masa Rasulullah saw, pengelolaan zakat dipegang sepenuhnya oleh pemerintah. Rasulullah saw sebagai kepala negara mengangkat beberapa orang amil sebagaimana terdapat dalam hadits berkaitan dengan penugasan Mu’az ke Yaman:
Dari Ibn Abbas ra bahwasanya Nabi Muhammad SAW mengutus Mu’az ke Yaman lalu beliau bersabda; “Ajaklah mereka kepada persaksian bahwa tiada Tuhan melainkan Allah dan sesungguhnya saya adalah utusan Allah. Jika mereka mentaati hal itu, maka ajarkanlah kepada mereka bahwasanya Allah telah memfardhukan kepada mereka shalat lima waktu dalam sehari semalam. Jika mereka mentaatinya, maka ajarkanlah kepada mereka bahwa Allah memfardhukan atas mereka zakat di dalam harta mereka yang dipungut dari orang-orang kaya dan diserahkan kepada orang-orang miskin dari kalangan mereka sendiri…..(HR. Bukhari, Muslim dan an-Nasa’i).
Disamping Mu’az, menurut Syaikh Shafiyyur–Rahman al-Mubarakhfury dalam bukunya yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, dengan judul Sirah Nabawiyah, terdapat beberapa sahabat yang lain yang ditugaskan untuk mengurus zakat, diantaranya: Uyainah ibn Hishn ke Bani Tamim, Yazid ibn Al Hushain ke Aslam dan Ghifar, Abbad ibn Bisyr ke Sulaim dan Mazainah, Rafi’ ibn Mukaits ke Juhainah, Amr ibn al-Ash ke Bani Fazarah, Adh-Dhahhak ibn Sufyan ke Bani Kilab, Basyir ibn Sufyan ke Bani Ka’b, Ibnl Latibah Al Uzdy ke Bani Dzubyan, Al Muhajir ibn Abu Ummayyah ke Shan’a, Ziyad ibn Lubaid ke Hadharamaut, Ady ibn Hatim ke Tha’I dan Bani Asad, Malik ibn Nuwairah ke Bani Hanzalah, Az-Zibriqan ibn Badr ke sebahagian Bani Sa’ad, Qais ibn Ashim ke sebahagian Bani Sa’ad yang lain, Al-Ala’ ibn Al-Hadharamy ke Al Bahrain dan Ali ibn Abi Thalib ke Najran
Pengangkatan Amil juga terjadi pada masa Khulafaur Rasyidin, bahkan Khalifah Abubakar, disamping mengangkat beberapa amilin, beliau juga menyatakan perang bagi mereka yang enggan menunaikan zakat melalui amil yang telah dibentuk oleh Negara. Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah pada masa itu sangat serius dalam menangani masalah zakat, amil pun diberi perhatian penuh, sehingga memiliki kekuatan dan wibawa, sehingga tidak ada seorang pun yang berani untuk ingkar untuk menunaikan zakat karena amil merupakan bahagian yang tidak terpisahkan dalam lembaga pemerintahan.
Keberhasilan pengelolaan zakat tercipta pada masa pemerintahan Umar ibn Abdul Azis, dimana pada masa itu, tidak terdapat mustahiq zakat, sehingga pemerintah mengambil kebijakan, agar dana zakat dipergunakan untuk membiayai kalangan pemuda yang ingin menikah, namun tidak memiliki biaya untuk pernikahan.
Dari beberapa kisah tersebut, kiranya dapat diambil suatu ’itibar bahwa peran amil sangatlah penting dalam mensejahterakan masyarakat. Amil bukanlah pekerjaan musiman belaka, melainkan suatu profesi yang mulia yang diangkat oleh Kepala Negara. Bahkan Nabi bersabda yang diriwayatkan Ahmad, Abu Daud, Tarmizi, Ibnu Majah dan Hakim bahwa seseorang petugas yang melaksanakan urusan zakat dengan jujur adalah seumpama orang yang berjuang di jalan Allah hingga ia kembali ke rumahnya.
Amil di Aceh
Kisah pengelolaan zakat sebagaimana telah diuraikan di atas, kiranya dapat diimplementasikan di Aceh. Masuknya zakat dalam Undang-undang Pemerintahan Aceh (UUPA) menunjukkan bahwa Pemerintah mempunyai tanggung jawab penuh dalam pengelolaan zakat, oleh sebab itu pemerintah wajib mengangkat amilin untuk mengelola dana umat ini Dalam UUPA terdapat tiga pasal yang berkaitan dengan pengelolaan zakat, yaitu:
1)      Pasal 180 ayat (1) huruf d menyebutkan:
“Zakat merupakan salah satu sumber Penerimaan Daerah (PAD) Aceh dan PAD Kabupaten/Kota”
2)      Pasal 191 menyebutkan:
“Zakat, harta wakaf, dan harta agama dikelola oleh Baitul Mal Aceh dan Baitul Mal Kabupaten/Kota yang diatur dalam Qanun”
3)      Pasal 192 menyebutkan:
“Zakat yang dibayar menjadi pengurang terhadap jumlah Pajak Penghasilan (PPh) terhutang dari wajib pajak.”
Zakat sebagai salah satu penerimaan Aceh mengingatkan kita pengelolaan zakat pada masa Rasulullah dan para sahabat beliau, dimana zakat merupakan penerimaan negara. Amil pun disebutkan secara jelas yaitu Baitul Mal. Baitul Mal menjadi salah satu lembaga daerah layaknya seperti Dinas/Instansi lainnya yang memiliki tugas khusus yaitu mengelola zakat, harta wakaf dan harta agama lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa pekerjaan amil, bukanlah pekerjaan musiman belaka, melainkan suatu profesi yang diatur dalam Undang-undang.
Dalam Qanun No. 10 Tahun 2007 tentang Baitul Mal yang merupakan derefasi dari UUPA, Baitul Mal berada pada empat tingkatan yaitu Provinsi, Kabupaten/Kota, Kemukiman dan Gampong. Hadirnya Baitul Mal sampai ketingkat Gampong sekiranya dapat mengatur pengelolaan zakat disana. Sehingga kehadiran Baitul Mal pada setiap tingkatannya dapat menertibkan pengelolaan zakat di Aceh.
Namun dalam realitanya, bekerja sebagai amil di Baitul Mal belum menjadi pilihan yang tepat dalam meniti karir, karena tidak menjamin masa depan, seperti jaminan hari tua (pensiun), promosi jabatan dan sebagainya, karena secara keseluruhan bersifat tenaga kontrak (outsourcing) yang berlaku satu tahun atau lima tahun. Belum jelas apa pertimbangan dan dasar hukumnya diberlakukan demikian, sehingga karyawan amil  berbeda dengan lembaga/instansi lainnya di Aceh.
UUPA memberikan peluang untuk mengatur masalah amil ini, oleh sebab itu hendaknya permasalahan ini dapat segera dicarikan solusi, khususnya bagi pemerintah Aceh dan Kabupaten/Kota, agar bekerja sebagai amil di Baitul Mal dapat menjadi salah satu profesi yang dipaforitkan, bukan hanya PNS atau lembaga pemerintah dan swasta lainnya, sehingga dana zakat mulai tingkat gampong/desa sampai ke provinsi dapat dikelola dengan profesional, dengan demikian diharapkan pada masanya nanti kisah sukses pengelolaan zakat pada masa Rasulullah dan sahabat beliau dapat terulang kembali di Aceh.wallahu’alam bi ash shawaf.

0 komentar:

Posting Komentar